4 hari telah kulewati waktu yang berjalan dalam
perantauanku di bumi timur nusantara. Bermula dari tanah kelahiran,
menghabiskan hampir 12 jam untuk dapat sampai di tujuan. Transit di 2 bandara
berbeda mulai dari ibukota hingga kota terbesar di timur nusantara. Mulai dari
bandara kecil hingga bandara internasional yang sangat besar. Berganti pesawat
hingga 3x, tidak tidur di bandara dan akhirnya aku paksakan tubuh untuk rebah
di kursi pesawat yang tidak mengizinkan tubuhku untuk menikmati posisi rebah
namun apa daya, mata dan isi kepala sudah terlampau lelah.
Inilah secuil
kisah hidupku yang sangat beragam dan berwarna. Mulai dari hidup yang tanpa
arah, isi buku harian bercerita kepada Sang Pencipta untuk memberi kekuatan di
kala bimbang, menikmati hidup dengan bekerja di lautan (meski pendapatan kecil,
aku dapat menikmati hidup), terombang – ambing di kala badai pandemi menghadang,
menjadi pekerja kantoran perusahaan swasta di pulau indah idaman setiap manusia.
Ketakutan akan hidup di masa depan dan terkadang pula masa bodoh dengan hidup
yang hanya sekali. Semua perjalanan hidup terus membawaku ke satu titik ke
titik lain. Terkadang menangis sendu akan ketertinggalan diri dan terkadang
merasa bangga dapat dengan berani memilih jalan hidup yang tidak biasa bagi kebanyakan manusia normal.
Pada akhirnya, “sejauh-jauhnya kapal berlayar akan
merapat ke pelabuhan” , begitu pula dengan hidup yang kujalani. Layar
terkembang itu terus terdorong angin kesana kemari untuk terus mengarungi
lautan yang maha luas. Pada akhirnya, pelabuhan yang kusinggahi merupakan pelabuhan
yang teramat banyak diimpikan oleh pelaut – pelaut muda yang sedang mengarungi lautan
hidupnya masing – masing. Pelabuhan yang kumaksud ialah sebuah pekerjaan yang
dianggap sebuah prestige, sebuah anugerah, sebuah kebanggaan karena tidak semua
orang yang mau dan mampu untuk mendapatkannya.
Sebuah pekerjaan yang kata orang merupakan pekerjaan “idaman
mertua”. Sebuah pekerjaan yang mengharuskan adanya seleksi yang cukup ketat
untuk mendapatkannya. Sebuah pekerjaan yang dimana, pekerjaan pemerintah dalam
pelayanan publik dilakukan. Sebuah pekerjaan yang intinya sebagai pelayan
masyarakat banyak atau public service. Pekerjaan seperti itu pula yang
menjadi pelabuhan bagiku kini.
Tidak menyangka akan mendapatkan sebuah hal yang baik
ini. Setelah sekian perjalanan ditempuh dan lebih banyak ketidakpastian hidup
di dalamnya. Satu hal yang terpatri dalam diri sejak menjadi mahasiswa, into
the unknown merupakan kalimat yang terus mendorong diri melanggar batas –
batas kehidupan normal. Mau berbuat apa dan akan kemana tidak menjadi
pertanyaan dalam hidup. Selagi dapat menikmati hidup, cari dan kejarlah secara
maksimal. Persis seperti jalan hidup pengikut filsuf ternama Epicurus dengan hedonismenya.
Pada akhirnya, jalan manusia itu akan berada pada
titik balik dan memutar haluan 1800. Hidup yang penuh dengan gairah
untuk mencapai kepuasan maksimal tanpa ragu akhirnya runtuh ketika sebuah pandemi
datang menghantam seluruh dunia. Kehidupan impian itu pun terkubur dengan segala
hal realistis dalam melihat hidup.
Haluan diubah dengan secepatnya, strategi hidup pun disusun dengan
sebaik-baiknya. Pada akhirnya pula, aku mengalah dengan kehidupan ketika melihat
orang tua yang semakin menua dan sebagai anak belum dapat memberikan sebuah
keberuntungan. Pada hakikatnya, orang tua dan anak tidak akan terhapus dalam
ikatan sosial masyarakat timur. Betapa modernnya cara hidup dan berpikir
manusia timur tersebut.
Secara singkat, haluan yang telah berputar 1800
itu berhasil mencapai pelabuhan yang diidam-idamkan oleh banyak orang. Sebuah pelabuhan
dengan air dalam dan tenang, kepastian kapal akan keamanan dan kenyamanan kemungkinan
besar akan terjamin dengan sebaik-baiknya. Begitu juga dengan kapal-ku saat
ini, setelah berkali – kali menghantam badai, gelombang besar, pindah dari satu
pelabuhan ke pelabuhan lain pada akhirnya sauh dan layar sebuah kapal akan diangkat
ke daratan tanda sebuah pelayaran tidak akan sebegitu hebat dibanding pelayaran
– pelayaran sebelumnya.
Namun tidak ada yang pasti pula di dalam hidup ini. Seperti
orang bijak katakan “panta rei” tidak ada yang bersifat abadi , semua hal
berubah dan akan senantias berubah.. Bukan tidak mungkin pula , kapal yang
telah mendarat ke pelabuhan tenang dan aman itu bebas dari ancaman dan
ketidakpastian. Waktu merupakan pemberi jawaban yang paling baik. Hari ini
merupakan hidup dan hari esok masih misteri. Memang manusia akan terus
terbelenggu dengan ketidakpastian dan tanda tanya dalam hidupnya. Selamanya..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar