Recent Posts

Popular Posts

Minggu, 02 Oktober 2016

Pengarungan Hulu Sungai Wampu , Sumatera Utara , Indonesia

 Menikmati Derasnya Arus Liar Lau Biang – Wampu
            Dayung kuat ! Teriak dari kapten  pengarungan yang biasa disebut dengan skipper, semua anggota tim mengayuh dayungnya dengan sekuat mungkin. Pekik teriakan pemacu semangat terdengar dengar jelas, saat perahu karet yang ditumpangi meluncur dengan mulus di jeram yang telah dilewati. Ya ini lah olahraga yang sangat memacu adrenalin, jeram besar di sungai merupakan hal yang paling dicari dari para pencinta salah satu kegiatan alam bebas ini. Pengarungan sungai yang memiliki jeram atau biasa disebut arung jeram merupakan olahraga petualangan yang menyerempet bahaya. Sungai beraliran tenang bukan media olahraga ini, kalau sungainya berbuih sampai memutih, itu baru tempat yang cocok untuk kegiatan  petualangan yang satu ini. Whitewater sport atau wildwater sport, merupakan nama beken dari olahraga di air ini. Bukan sembarangan nama disematkan kepada olahraga petualangan yang satu ini, dikarenakan lantaran air sungai yang diarungi memang berbuih,sampai memutih dan tentu saja liar. Perahu yang merupakan alat utama untuk olahraga ini, juga bukan merupakan perahu yang sembarangan. Tetapi perahu tersebut bertabung udara yang tahan benturan batu dan guncangan dari jeram yang besar.
            Target pengarungan sungai yang dipilih oleh tim ialah Sungai Lau Biang. Sungai Lau Biang, merupakan sungai yang mengalir dari  Tanah Karo sampai ke Kabupaten Langkat. Jika di Tanah Karo sungai ini disebut dengan Lau ( sungai) Biang, dan jika di Kabupaten Langkat, sungai ini biasa disebut Sungai Wampu.  Sungai Lau Biang merupakan sungai yang sangat bersejarah bagi masyarakat Karo. Sungai ini merupakan urat nadi kehidupan di Tanah Karo, terutama di wilayah Karo Gugung, mulai dari Kabanjahe,sampai wilayah Kecamatan Tiga Binanga daerah Tingga Lingga sampai ke Kabupaten Langkat. Konon penamaan Lau Biang itu sendiri diambil dari cerita dimana salah seorang nenek moyang marga Sembiring yang dikejar musuhnya. Kemudian ia menyelamatkan diri dengan menceburkan diri ke sebuah sungai dan hampir tenggelam. Seekor anjing menyelamatkannya dan membawanya ke seberang sungai tersebut. Dan semenjak saat itu pula sungai tersebut dinamakan Lau Biang ( Sungai Anjing). Dan marga Sembiring Singombak sebagai salah satu keturunan dari marga Sembiring tersebut mulai saat itu berjanji untuk tidak memakan daging anjing. Uniknya juga,sungai ini dianggap sungai suci oleh marga Sembiring Singombak. Karena pada masa itu mayoritas masyarakat  Sembiring Singombak masih beragama atau menganut kepercayaan Permena yang sering dikaitkan dengan agama Hindu. Ada kepercayaan pada masyarakat dahulu tentang pembakaran mayat (ngaben) dan menghanyutkan perabuan mayat ke sungai Lau Biang, yang konon juga dipercaya akan bertemu dengan aliran Sungai Gangga di India yang dianggap sungai suci bagi pemeluk agama Hindu.
            Belok kanan ayo cepat belok kanan, ketika di depan mata kami terlihat batang pohon yang melintang. Semua personil tim mendayung dengan semangat, dan kapten di perahu karet membelokkan dengan sekuat tenaga perahu tersebut untuk bisa masuk ke aliran sungai yang diinginkan. Jalur sempit di sebelah kanan sungai yang hanya bisa memuat untuk satu perahu karet menjadi target tim di saat itu. Tentu saja, jika tim salah mengambil jalur yang dipilih, bukan tidak mungkin perahu karet yang dipakai tim akan tersangkut di batang pohon yang tumbang tersebut. Dan jika perahu karet tersebut tersangkut di batang pohon, tentu saja menjadi suatu mimpi buruk yang akan dialami oleh tim.  Beruntung, tim bisa menyelesaikan etape ini, perahu masuk alur sungai yang diinginkan. Rasa puas terlihat dari wajah personil tim, teriakan yang memberi semangat terus didengunkan ketika suatu halangan bisa dilewati dengan lancar.
            Namun, pengarungan Sungai Lau Biang tidak hanya berhenti disitu saja. Jalur sungai yang panjangnya berkilo-kilo meter masih menunggu kami untuk diarungi. Jeram-jeram sungai yang di depan sana juga akan menanti kami untuk segera diarungi. Ayo dayung lagi, ayo semangat suara dari kapten pengarungan terdengar dengar jelas. Aliran sungai yang tenang menjadi santapan disaat itu.  Sesekali terdengar candaan dan suara tawa dari para anggota tim, cerita khas anak muda masa kini menjadi guyonan di saat itu.
            Lau Biang memang sungai yang indah, jelas saja di sebelah kiri dan kanan sungai ini masih  terhampar hutan tropis yang masih terlindungi dan terjaga kelestariannya. Sangat menyenangkan berada di tengah-tengah hutan belantara ini, udara segar hutan hujan tropis, suara dari hewan penghuni rimba, burung-burung indah yang sesekali dengan malu-malu menunjukkan keindahannya. Sungguh indahnya alam Indonesia, dan dari kegiatan ini menumbuhkan semangat cinta tanah air. Cinta tanah air yang sehat, karena kami langsung melihat, merasakan dan menikmati keindahan alam tersebut. Cinta tanah air yang bukan berasal dari slogan-slogan palsu.
 Keindahan Lau Biang 
            Perahu karet yang kami tumpangi membelah aliran Sungai Lau Biang dengan mulus, dayungan pelan namun kompak sambil sesekali melirik ke kanan dan ke kiri. Barangkali bisa melihat hewan yang sedang minum di pinggir sungai. Dan terdengarlah  dari kejauhan deru air sungai yang besar. Sudah dapat dipastikan di depan sana, jeram yang lumayan besar telah menanti kami. Kapten pengarungan berdiri untuk melihat apakah jeram di depan tersebut bisa untuk diarungi apa tidak.  Dengan kemantapan kapten pengarungan menginstruksikan anggota tim untuk bersiap-siap. Ayo, ayo, ayo semangat jeram itu di depan! teriak dari Wahyu (19 tahun) salah satu anggota tim yang paling muda menularkan virus semangat kepada seluruh personil pengarungan. Dayungan mulai dipercepat, dan jeram semakin nyata di depan nyata. Arus utama sungai menuruni gradien (kemiringan sungai), jeram berdiri atau biasa disebut standing wafe langsung menerjang moncong perahu sesaat menuruni gradien. Kuat,kuat, ayooooo dayung kuat, teriakan dari buritan perahu terdengar dan langsung memacu semua anggota tim mendayung dengan kuat. Teriakan kegembiraan terdengar, seakan memecah keheningan hutan hujan ketika perahu karet berhasil meluncur dengan aman ketika melewati jeram tersebut.
 Lau Biang yang merupakan hulu Sei Wampu
            Lau Biang menunjukkan kelasnya, sungai ini bukan sungai yang biasa. Jalur pengarungan yang cukup panjang, dari interprestasi peta topografi yang tim lakukan,  panjang sungai yang akan  diarungi  ± 38 km, akses ke sungai yang berada di tengah-tengah hutan, dan manajemen logistik yang harus benar-benar diperhitungkan dengan baik.
 Rehat sejenak  
            7  jam mengarungi Lau Biang, melewati jeram-jeram yang sangat menantang, melintasi keindahan hutan hujan Sumatera, akhirnya sampailah tim di sebuah tempat yang akan dijadikan tempat untuk berkemah. Tempat berkemah tim terletak di pinggir sungai. Sudah lebih dari separuh jalur pengarungan telah tim lewati, memungkinkan penyelesaian pengarungan sungai ini lebih cepat dari yang telah direncankan. Pukul 16.00 WIB, langit sore itu sangat cerah. Deru aliran sungai, seperti nyanyian yang menentramkan hati sekaligus jiwa.  Sungguh saat itu sangatlah indah, bercerita bersama teman seperjalanan di pinggir sungai. Tertawa bersama, dan sesekali melirik ke rerimbunan pohon di pinggir sungai. Disana, di kejauhan terlihat sekawanan monyet yang sedang bersiap untuk tidur. Di tempat kami berkemah, sudah masuk di wilayah Kabupaten Langkat sehingga Lau Biang yang tim arungi sebelumnya berganti nama menjadi Sungai Wampu.
            Pengarungan tim dilanjutkan esok paginya, segala persiapan pengarungan diletakkan kembali di perahu. Raut wajah semangat untuk bisa menyelesaikan pengarungan terlihat jelas dari para personil tim. Pengarungan dilanjutkan kembali, jeram di aliran sungai disini tidak sebesar dan sebanyak di Lau Biang. Pemandangan terbalik 1800 saat pengarungan di aliran Sungai Wampu, di sisi kiri dan kanan sungai sudah jarang ditemukan rerimbunan hutan hujan. Kebanyakan hutan telah berubah fungsi menjadi kebun. Baik kebun sawit dan komoditas perkebunan lainnya, daerah aliran sungai ini juga sudah banyak ditemui aktifitas warga. Ada yang memancing,menjala, dan mencuci pakaian. Di aliran Sungai Wampu ini juga sudah banyak dilakukan penambangan pasir dan batu-batu sungai. Penambangan dilakukan baik dengan alat berat maupun dengan cara yang masih manual. Truk pengangkut pasir dan batu sesekali terlihat lalu-lalang di pinggir sungai. Keserakahan manusia terlihat dengan jelas disini, suara dari mesin alat berat yang dengan pongahnya terus mengeruk pasir dan batu di sungai. Jelas saja para pencari ikan sungai khususnya ikan jurung beralih mencari ikan tersebut di Lau Biang yang sungainya masih terjaga dari keserakahan manusia dan jeram di Lau Biang lebih banyak dan lebih besar. Tentu saja, ikan jurung merupakan ikan sungai yang hidup di aliran sungai yang beraliran deras dan lingkungan sungai yang masih terjaga.
Ikan jurung ( tor spp, Labeobarbus) yang masih banyak ditemui di Lau Biang, karena kondisi lingkungan sungai yang masih terjaga
           

            ± 4 jam pengarungan, tim akhirnya sampai di titik finish pengarungan yang telah direncakan. Titik finish ini ditandai dengan adanya Jembatan Bahorok. Dipilihnya titik finish pengarungan ini bukan tanpa sebab, Jembatan Bahorok merupakan jalan lintas yang memudahkan tim untuk mendapatkan transportasi untuk dapat kembali ke Medan. Perasaan senang dan bahagia karena telah menyelesaikan operasi pengarungan sungai ini merupakan hadiah yang tak ternilai harganya bagi tim.  Seluruh anggota tim berpelukan untuk menggambarkan kemenangan tim saat itu. Segala perjuangan selama ini, terbayar lunas.Alam merupakan guru terbaik untuk menempah pribadi kami untuk menjadi lebik baik lagi. Pribadi yang tangguh, tidak mudah menyerah, rasa kesetiakawanan,  merupakan sedikit hal dari sekian banyak hal yang akan didapat dari berpetualang di alam bebas. Dan disini, Lau Biang – Wampu merupakan guru terbaik bagi kami untuk mencapai nilai-nilai tersebut.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar