Recent Posts

Popular Posts

Minggu, 02 Oktober 2016

Sebuah catatan perjalanan, Mencapai Puncak Sibayak, Sumatera Utara, Indonesia

“ Menempuh Rimba Sibolangit Menggapai Puncak Sang Raja “

            Gunung Sibayak yang berada di Kabupaten Karo , saat ini merupakan salah satu destinasi wisata pendakian gungng ( hiking) bagi masyarakat Sumatera Utara. Karena akses yang mudah untuk mencapai gunung ini, maka banyak pengunjung yang datang walau hanya sekedar untuk berfoto – foto dan ada juga yang sampai berkemah selama beberapa hari di gunung yang merupakan kebanggaan masyarakat Karo dan disebut dengan “ Gunung Raja “.
            Ada beberapa jalur pendakian untuk mendaki gunung yang memiliki ketinggian 2212 mdpl ini ( wikipedia.org ). Jalur umum yang paling sering digunakan yaitu “jalur pariwisata”. Jalur yang dimulai dari Berastagi ini sangat mudah di akses, dikarenakan dari Berastagi para pendaki bisa menggunakan angkutan umum yang biasanya sudah menunggu para pendaki untuk dibawa sampai ke pos pendaftaran pendakian. Selain jalur pariwisata ada juga jalur pendakian yang dimulai dari km 54 . Jalur pendakian ini umumnya disebut dengan “jalur 54 “.  Jalur 54 ditandai dengan daerah Penatapan, Penatapan dikenal sebagai daerah wisata untuk menikmati keindahan alam Tanah Karo dan udara sejuk khas daerah dataran tinggi. Jalur 54 merupakan jalur pendakian yang cukup ekstrem, dikarenakan jalur pendakian yang melewati hutan dengan medan pendakian yang menantang dan pastinya sangat menguras fisik para pendaki. Disarankan untuk memakai guide pendakian atau bersama dengan pendaki yang sebelumnya telah melewati jalur tersebut. Untuk para pencinta kegiatan alam bebas, jalur ini merupakan jalur yang cocok untuk memacu adrenalin dan fisik. Jalur pendakian selanjutnya dimulai dari Pemandian Air Panas Sidebuk – Debuk. Jalur pendakian ini masih jarang di lalui dikarenakan jauhnya start pendakian. Dibutuhkan trasnportasi khusus agar dapat mengantar sampai ke titik start pendakian. Jalur pendakian ini juga masih jarang digunakan oleh para pendaki, dikarenakan akses yang lumayan jauh dari jalan utama Medan – Berastagi. Selain jalur – jalur pendakian tersebut, ada lagi jalur yang juga masih sangat jarang dilalui oleh pendaki yaitu jalur pendakian yang dimulai dari PTPN VII Sibolangit Kabupaten Deli Serdang. Jalur pendakian ini merupakan jalur pendakian yang mewajibkan pendaki menguasai navigasi darat,kemampuan fisik yang prima  dan manajemen perjalanan pendakian yang baik. Hal ini bukan tanpa sebab wajib diketahui oleh para pendaki yang melewati jalur ini, karena jalur pendakian yang membutuhkan waktu berhari – hari, jalur pendakian yang masih sangat jarang dilalui oleh pendaki  lain, dan  medan yang sangat menantang sesuai interprestasi dari peta topografi.
            Kesempatan untuk mencoba jalur pendakian ini saya dapatkan bersama tim dari KOMPAS USU ( Korps Mahasiswa Pencinta Alam dan Studi Lingkungan Hidup Universitas Sumatera Utara ) pada bulan Maret tempo lalu.  Kegiatan kepetualangan alam bebas ini tidak hanya melakukan pendakian menembus hutan Sibolangit untuk mencapai Gunung Sibayak, sebagai insan akademis yang bernaung di lembaga pendidikan tinggi, teman - teman dari KOMPAS USU  juga melakukan penelitian singkat flora dan fauna di sepanjang jalur pendakian.
            Dari PTPN VII Sibolangit,  tim membuka  peta topografi dan melihat koordinat dari GPS ( Global Positioning System ) untuk menentukan kembali jalur start pendakian. Setelah titik start dianggap tepat dengan  perencanaan perjalanan yang tim telah tetapkan sebelum keberangkatan,  tim pun berjalan beriringan mulai memasuki jalur pendakian. Medan di awal pendakian ditandai dengan semak belukar yang mungkin sebelumnya dijadikan sebagai ladang perkebunan.  Beberapa saat melintasi semak belukar dan diselingi hawa yang cukup panas,  akhirnya tim mulai memasuki medan pendakian hutan yang banyak ditumbuhi oleh pepohonan.  Sesekali navigator melihat kompas orientering dan GPS  untuk memastikan bahwa jalur pendakian tetap berada di jalur yang telah ditentukan di peta topografi.
            Tim pembuka jalur pendakian tidak mau kalah, dengan parang penebas di tangan dan dengan arahan navigator dengan sigap menebas halang rintang yang ada di depan mata. Peran penebas atau pembuka jalur merupakan instrumen penting dalam tim pendakian yang melakukan perjalanan di jalur pendakian yang masih jarang dilalui.  Perjalanan dengan medan bervariasi dari punggungan dan lembah membuat perjalanan ini menjadi lebih menarik. Sesekali tim melirik ke kanan dan ke kiri, untuk melihat kemungkinan fauna atau flora yang dapat ditemui di sepanjang jalur pendakian.
            Pukul 17.00 wib, tim mulai membuat campsite I. Ada hal yang cukup unik saat tim berkemah, beberapa anggota tim termasuk saya tergigit semut hutan yang memiliki ukuran yang tidak biasa, dan  bisa dibilang semut raksasa . Gigitan serangga tersebut sangat menyakitkan dan membuat rasa sakit yang bertahan cukup lama. Namun kendala tersebut dapat teratasi karena peralatan medis yang dibawa tim cukup lengkap. Malam itu kami tidur ditemani oleh suara – suara hewan malam yang menimbulkan harmoni alam yang mengalun dengan begitu indah dan dilengkapi dengan cuaca yang cerah.
            Perjalanan dilanjutkan kembali, penentuan koordinat dilakukan kembali. Tidak lupa melihat bentang alam sekitar untuk memastikan dengan yang ada di peta topografi. Dari kejauhan kami mendengar suara monyet yang bersahut – sahutan seperti melakukan koor ditengah hutan yang sepi. Sungguh pengalaman yang sangat jarang di dapatkan, mendengar nyayian “penghuni”  hutan ini. Medan di perjalanan di hari ke II berbeda dengan medan di hari sebelumnya, jalur pendakian makin menanjak dan di domininasi tumbuhan rotan. Medan yang cukup berat membuat tim untuk bersitirahat sejenak, sembari mencari sumber air.
            Perjalanan di hari kedua mengalami sedikit kendala, karena navigator ( anggotan tim yang diberi tugas untuk menentukan jalur pendakian yang akan dipilih) melakukan kesalahan. Karena tanpa sadar mengambil jalur pendakian yang berbeda dengan arah yang ditunjuk oleh sudut kompas. Tim pun berhenti untuk melakukan orientasi dan berdiskusi untuk mengambil jalur pendakian mana yang akan dipilih. Setelah melakukan orientasi dan menentukan posisi  di peta, tim memutuskan untuk berpindah punggungan mengikuti arah sudut kompas. Medan yang sangat menanjak, dan beban di punggung yang belum banyak berkurang membuat tim rutin untuk beristirahat. Namum karena ada target per hari yang harus dicapai, maka istirahat yang dilakukan pun tidak lebih dari 5 menit.  Perencanaan tim, sebelum pukul 5 sore tim harus sampai ke target yang dituju yaitu titik dimana tim akan mendirikan tenda dan elemen pendukung perkemahan lainnya. Namun sampai pukul 4 sore lebih tim juga belum sampai ke target yang dituju, jalur pendakian yang semakin terjal .Jalur pendakian merupakan punggungan yang tipis yang di kiri dan kanannya terdapat lembahan yang sangat curam, ditambah guyuran hujan dan kabut yang turun dengan pekatnya makin menambah sulitnya jalur pendakian di hari ke II. Mental dan fisik semua anggota tim benar – benar ditempa di saat itu. Alam memang merupakan guru terbaik untuk menempa sifat – sifat manusia. Tabah, pantang menyerah, keberanian menghadapi tantangan, merupakan contoh nilai – nilai yang bisa di dapat dari setiap manusia – manusia yang berpetualang di alam bebas.
            Karena hari semakin gelap, tim memutuskan untuk membuat campsite di punggungan sempit yang hanya memberi sedikit tempat datar. Walaupun medan yang sangat sempit, namun keputusan untuk membuat kemah saat itu merupakan keputusan yang tepat. Melanjutkan perjalanan di malam hari, di hutan yang masih sangat jarang dilalui oleh manusia merupakan hal yang sangat konyol dan sangat berisiko besar. Hujan deras berganti dengan rintik – rintik hujan,  suhu malam itu makin menurun dengan sangat drastis. “Semua harus tetap bergerak, agar tidak terserang hipotermia” (penurunan suhu tubuh dengan drastis)  kalimat yang dilontarkan oleh Fauzan salah satu anggota tim. Ketua tim pendakian menginstruksikan anggotan tim lainnya untuk segera mengganti pakaian basah dengan pakaian yang kering. Beberapa anggota tim lain memasak air, dan memasak makan malam. Setelah selesai makan malam, tim melakukan evaluasi harian dan briefing untuk pergerakan esok hari. Di luar tenda dome yang kami gunakan, hujan rintik dan kabut yang masih tebal masih enggan untuk meninggalkan kami. Suhu di luar sangat dingin, namun semua dapat teratasi karena semua anggota tim sudah memakai pakaian yang kering, dan minum teh dan susu hangat.  Pukul 22.00 WIB  hujan mulai berhenti dan kabut mulai berkurang sehingga jarak pandang semakin luas. Saat keluar dari tenda, dan berjalan sedikit ke depan. Terlihat pemandangan yang sangat menajubkan. Dari kejauhan, terlihat kerlap - kerlip cahaya lampu Kota Berastagi. Semua terlihat kecil, dan saat itu saya dan anggota tim  mengagumi semua pemandangan yang tersaji di depan mata. Saya merasa sangat kecil di alam semesta yang sangat maha luas ini, puji syukur kepada Tuhan tidak henti saya panjatkan atas momen yang saya dapatkan saat itu. Namun momen indah tersebut tidak berlangsung lama, ± 10 menit saya menikmati keindahan tersebut , kabut dan rintik hujan turun kembali. Sehingga saya dan teman - teman kembali ke dalam tenda untuk beristirahat. “Perjalanan esok bakal lebih menantang” guman saya dalam hati.
            Titik campsite yang berada di punggungan tipis sehingga angin kencang dan kabut tebal membuat pergerakan tim menjadi sedikit lebih lambat dari sebelumnya. Namun karena target perjalanan yang telah ditentukan semua kendala tersebut harus dikesampingkan. Pergerakan yang cepat dan aman merupakan hal mutlak yang harus dilakukan tim. Setelah sarapan dan packing semua peralatan, tim bergerak kembali untuk melanjutkan perjalanan. Medan yang dilalui tim merupakan jalur pendakian yang sempit dan tertutup rapat oleh tanaman perdu – perduan.  Karena jalur pendakian yang tertutup rapat, tim pembuka jalur/ penebas melakukan survei jalur untuk mencari jalur pendakian yang bakal dilewati. Tim kembali melakukan orientasi medan dan berdiskusi untuk menentukan jalur pendakian. Pemandangan di jalur pendakian ini sangat indah, pemandangan dataran tinggi Tanah Karo terlihat dengan jelas. Cuaca cukup cerah saat itu, dan angin yang berhembus memberikan kesegaran bagi kami yang telah bermandikan keringat. 
            Lewat tengah hari dan setelah selesai makan siang, hal yang kami dambakan terlihat di depan mata. Ya, “Puncak Sang Raja” sudah terlihat. Semua anggota tim terlihat bergembira dan bersemangat karena target dari perjalanan ini akan tercapai. Walaupun jarak menuju puncak masih jauh, namun karena melihat puncak tersebut seperti memberikan tambahan tenaga dan meningkatkan kepercayaan diri. Karena jalur pendakian ini berarti tepat ke target yang telah ditentukan tim.
            Sekitar pukul 3 sore, tim menemukan tempat yang luas dan cukup strategis untuk membuat campsite. Setelah berdiskusi sebentar, tim memutuskan untuk melanjutkan perjalanan sampai pukul 4 sore. Tim melanjutkan perjalanan, tepat pukul 4 sore tim sampai ke titik camp. Titik camp kali ini lumayan tertutup oleh tumbuhan, setelah menurunkan carrier ( ransel besar khusus untuk pendakian gunung) dari punggung semua anggota tim langsung bergerak cepat untuk mengerjakan segala hal. Ada yang membersihkan tempat camp, mendirikan tenda  dan memasak makan malam.  Setelah makan malam, tim kembali melakukan evaluasi harian dan briefing untuk pergerakan esok hari. Kemudian beristirahat malam, beruntung kabut dan hujan tidak turun pada malam itu.
         Esok pagi pukul setengah 5 subuh, hujan turun dengan sangat derasnya. Pergerakan tim menjadi lambat. Sesuai hasil briefing semalam, pagi ini seharusnya tim harus bergerak untuk melanjutkan perjalanan pada pukul 08.00 WIB. Namun karena hujan yang deras tim mengalami keterlambatan setengah jam. Dingin dan kabut di saat itu tidak menghalangi tim untuk bergerak melanjutkan perjalanan. Karena tim mempunyai target waktu untuk menyelesaikan pendakian. Perjalanan menembus hutan kembali dilakukan.  Medan kali ini lebih menantang, beberapa pohon yang tumbang memaksa kami untuk sedikit membungkukkan badan. Hingga hal yang tidak di inginkan terjadi, kami kehilangan orientasi. Karena rapatnya vegetasi, sehingga membuat tim berhenti sejenak untuk memilih jalur mana yang akan dipilih. Tim memutuskan untuk menyusuri punggungan  dan terus menambah ketinggian dan mencari medan yang terbuka agar memudahkan proses membaca medan. Akhirnya perjuangan tim tidak sia – sia, jalur 54 yang biasa digunakan oleh para pendaki yang biasanya dimulai dari Penatapan ditemukan oleh tim. Pertanda jalur yang dilewati tim sesuai untuk menuju Puncak Sang Raja. Rasa senang menghinggapi tim saat itu, berarti sebentar lagi tim akan menuju titik akhir yang ingin dicapai.
 Medan pendakian yang ditutupi oleh vegetasi yang rapat
            Medan jalur pendakian 54 yang cukup curam terus dijalani oleh tim, karena asa untuk mencapai puncak, terpatri di setiap anggota tim. “ Ayo semangat kawan sebentar lagi kita muncak “ terdengar  ucapan penyemangat dari salah satu anggota tim. Jalur pendakian yang sebelumnya tertutup oleh tumbuhan pandan hutan yang besar dan berduri akhirnya berubah dengan tumbuhan perdu – perduan. Akhirnya tim keluar dari medan tertutup dan menemukan medan terbuka. Pemandangan mata terganti dengan pemandangan hamparan hutan yang sangat luas di bawah, jauh mata memandang hanya keindahan yang tidak dapat terucapkan oleh kata. Kekaguman atas ciptaan Tuhan segera bergema dari beberapa mulut anggota tim. Pemandangan saat itu memang sangat indah, sesekali kabut turun menutupi keindahan pemandangan tersebut. Desiran angin sejuk segera mengalun dan memberikan kesejukan kepada tubuh yang telah penuh dengan peluh. Oh, sungguh momen yang sangat indah dan menyenangkan.

Medan pendakian terbuka, menuju Puncak Sibayak  
            Tidak lama keluar dari medan pendakian tertutup, tim mencapai Puncak Sang Raja yang sedari tadi telah menunggu. Ya, akhirnya dengan segala usaha dan kerja keras Puncak Sang Raja kami capai. Tim berpelukan dengan haru dan tidak ada yang dapat menutup kegembiraan saat itu. Tim berhasil menuntaskan misi pendakian dan sesuai dengan perencanaan yang telah ditetapkan sebelumya. Setelah mengambil beberapa dokumentasi dan makan siang, tim segera bergegas turun karena angin yang semakin kencang dan kabut yang semakin tebal. Tim memilih jalur normal untuk turun menuju Desa Semangat Gunung yang berada di wilayah Berastagi Tanah Karo.
           
             





Tidak ada komentar:

Posting Komentar