Recent Posts

Popular Posts

Sabtu, 12 November 2016

Kisah Nostalgia di Daerah Istimewa


Daerah Istimewa
            Kereta api yang dimiliki oleh perusahaan milik negara, mulai meninggalkan stasiun sebuah kota kecil yang terdapat di Provinsi Jawa Timur. Dahulu kala, kota kecil ini merupakan sebuah kerajaan yang cukup besar pada masanya. Bersama seorang kerabat, kami merencanakan sebuah perjalanan singkat ke sebuah daerah istimewa yang terdapat di Republik ini. Sebuah daerah yang masih memegang teguh adat istiadat bangsanya. Sebuah daerah yang banyak memikat wisatawan untuk selalu datang kembali. Sebuah daerah yang menawarkan budaya keramah – tamahan masyarakatnya, ketenangan, dan tentu saja keanekaragaman daerah wisata yang dimilikinya.
            ± 5 jam, kereta api meliuk – liuk bak naga melewati lintasan yang khusus disediakan untuknya. Seperti kereta kencana seorang bangsawan, tiada yang bisa menghentikan laju jalannya.  Setiap berhenti, untuk menurunkan dan menaikkan penumpang, setiap kali itu pula terdengar erungan panjang “sang naga”. Menandakan, “sang naga” siap untuk meliuk – liuk kembali untuk mencapai tujuannya. Saat ini, “sang naga” sudah banyak memiliki perubahan yang drastis, semenjak pemiliknya melakukan perubahan besar-besaran di tubuh “sang naga”. Dan tentu saja, perubahan yang dilakukan pemilik “sang naga” tersebut mengundang banyak pro dan kontra. Namun, kebijakan sang pemilik “sang naga” sudah bulat. “Sang naga” harus berubah untuk mengikuti perkembangan zaman dan pasar yang terus berkembang.
            Untuk menghabiskan waktu, saya dan kerabat banyak bercerita dan bertukaran pikiran tentang apa saja. Maklum saja, sang kerabat merupakan seorang mantan jurnalis yang memiliki banyak pandangan dan pengetahuan yang belum tentu semua orang memilikinya. Dan saya pun sangat senang untuk terus bercerita dan bertukaran pikiran dengannya. Tiada hentinya, saya dan kerabat terus memeras pikiran, menutup dan membuka mulut untuk mengeluarkan segala isi otak. Dan tanpa terasa, waktu berjalan dengan cepatnya, hingga akhirnya “sang naga” berhenti ke tempat peristirahatannya sementara, sebelum “meliukkan tubuhnya” kembali.
            Sampailah kami, ke daerah istimewa yang kami inginkan. Banyak manusia dari berbagai daerah menyebut daerah istimewa tersebut sebagai “kota pelajar”, “ kota budaya” dan “ kota sejuta kenangan”. Tentu saja, saya sebagai manusia yang berasal dari daerah lain mengamini jargon tersebut. “Kota pelajar”, karena daerah istimewa tersebut merupakan salah satu daerah yang banyak memiliki lembaga pendidikan, khususnya lembaga pendidikan tingi. “Kota budaya”, karena daerah istimewa tersebut merupakan daerah yang masih memiliki sistem kesultanan yang diwariskan turun – temurun selama ratusan tahun, dan merupakan salah satu benteng kebudayaan terakhir bagi suku terbesar populasinya di Republik ini. “Kota sejuta kenangan”, itu pun juga suatu hal yang pasti. Telah banyak tertulis kenangan anak manusia di daerah istimewa tersebut, dan saya termasuk anak manusia yang memiliki kenangan indah tersebut.
            Bersama kerabat, saya memilih untuk menggunakan kaki menuju sebuah kampus nasional pertama yang dimiliki Republik ini. Karena sebelumnya, saya telah mempunyai janji untuk temu kangen kembali dengan kawan semasa sekolah menengah atas. Langkah kaki mulai membelah jalanan daerah istimewa tersebut, kepadatan kendaraan bermotor, ramainya manusia yang lalu lalang , dan di sepanjang jalan daerah istimewa tersebut banyak terdapat penjaja makanan. Baik makanan berat, makanan ringan untuk sekedar menahan rasa lapar dan hilir mudik musisi jalanan yang beraksi. Suasana yang sama, persis seperti tergambarkan di lirik lagu sebuah band nasional yang pernah berjaya di medio tahun 90-an.
            Langkah kaki terus melangkah, dan tanpa sadar peluh telah mulai membasahi pakaian yang saya kenakan. Namun karena suasana yang saya sendiri tiada mengerti. Rasa lelah itu tiada berarti. Hingga sampailah saya dan kerabat di bundaran kampus nasional pertama di Republik ini. Sama seperti tahun sebelumnya, ketika saya pernah menyambangi kampus tersebut, hilir mudik kendaraaan, penjaja makanan kaki lima masih tetap sama. Tiada perubahan yang drastis. Namun, semua itu yang membuat rasa rindu terus membuncah. Perasaan itu tetap sama seperti ketika saya pertama kali menjejakkan kaki di daerah istimewa tersebut.
            Dengan cepat, saya menggunakan teknologi komunikasi untuk memberikan kabar kepada kawan lama.  “Kawan, saya sudah berada di gelanggang ya”! Dan dengan cepat, seseorang yang berada di kejauhan memberikan suara mengerti,dan tidak lama lagi akan segera merapat ke tempat yang saya sampaikan. Saya dan kerabat menunggu di gelanggang, yang merupakan sebuah tempat berkumpulnya mahasiswa – mahasiswi perguruan tinggi nasional tersebut untuk mengasah minat, bakat,  softskill, dan membangun jejaring sosial diantara mereka. Sama seperti waktu lampau ketika saya pernah menyambangi tempat ini, saya selalu merasa senang dan kerasan, dan hal tersebut tiada pernah berubah sampai saat ini. Kebetulan, saat itu sedang diadakan sebuah hajatan olahraga untuk mahasiswa – mahasiswi, suasana riuh  menjalar ke setiap sudut tempat tersebut. Terdengar teriakan semangat, suara perkusi yang yang mengalun tiada henti, sebagai media pendukung untuk tim yang akan bertanding. Oooh, saya sangat senang suasana ini. Ketika kaum intelektual, tidak hanya mengisi otaknya dengan ilmu pengetahuan saja, namun tetap mengisi relung hati dan jiwanya untuk melaksanakan sebuah kegiatan yang disenanginya. Keseimbangan! Tidak hanya otak, namun hati dan jiwa harus juga diisi dengan kegiatan – kegiatan penuh canda tawa, memeras keringat dan menularkan hobi.
            Bertemu kembali kerabat lama, dari sebuah organisasi pencinta alam di kampus nasional tersebut. Berpeluk erat, bercerita tentang masa lalu, dan saling bertukaran pikiran untuk menyikapi perubahan dunia kemahasiswaan, dunia kepetualangan, dan lingkungan hidup. Untuk kegiatan yang satu ini, saya sangat menyukainya. Bertemu dengan orang baru,  berbeda latar belakang budaya, kepercayaan, dan sudut pandang. Hal tersebut merupakan sebuah keindahan yang sangat saya sukai. Dan tiada bosan saya melakukan hal tersebut,  suatu hal yang saya tidak pernah lupakan ketika berkunjung ke suatu daerah, yaitu mengunjungi perguruan tinggi daerah tersebut dan beramah tamah dengan masyarakat kampus. Sebuah hal yang sangat menyenangkan bagi saya ketika melakukan hal tersebut, menyelami sikap dan pemikiran kaum – kaum intelektual. Sampai saat ini, saya tiada bosan untuk terus melakukannya.
            Di hari terakhir, saya gunakan untuk membeli beberapa produk khas daerah istimewa tersebut. Batik! Sebuah mahakarya yang telah diakui oleh dunia internasional. Tentu saja, saya membelinya beberapa buah sebagai titipan orang tua saya yang berada jauh disana.  Tidak hanya membeli, saya juga memilih tempat membeli mahakarya tersebut pada suatu tempat yang telah lama dikenal. Tidak melebih- melebihkan, saya rasa berbagai manusia dari penjuru Republik ini yang mencintai Batik, pasti mengenal tempat tersebut. Sebuah tempat yang tetap bersahaja walaupun zaman terus berubah, dan modernisme telah menjalar dengan gila ke seluruh penjuru mata angin. Namun, tempat tersebut tetap memilih kebersahajaannya. Dan kekonsistenan tersebut pulalah yang memberikan sebuah ciri khas yang melekat kepadanya.  Hal itu pulalah yang dicari – cari manusia modern seperti sekarang ini.
            Ratusan bahkan ribuan manusia dari berbagai penjuru Republik ini, tiada henti – hentinya hilir mudik di daerah istimewa tersebut. Dan dengan berbagai kepentingan pula. Suatu hal yang pasti, daya magis daerah istimewa tersebut tiada surutnya untuk menarik kembali setiap manusia yang pernah mengunjunginya. Mengulang kembali cerita, melihat kembali kebersahajaannya, melihat kembali kebudayaan dan masyarakatnya, mencoba mengingat kembali suasana yang pernah terpatri disana. Seketika, teringat sebuah lagu yang mengisahkan daerah istimewa tersebut. Sambil duduk sendiri, saya pun mendendangkan lagu tersebut. Suatu saat saya pasti kembali lagi, mengulang kembali nostalgia disana. "Janji saya dalam hati".
Ada setangkup haru dalam rindu
Masih seperti dulu
Tiap sudut menyapaku bersahabat, penuh selaksa makna
Saat kita sering luangkan waktu
Nikmati bersama
Suasana Jogja

Pare, 12 November 2016
           
           

Tidak ada komentar:

Posting Komentar