Daerah
Istimewa
Kereta api yang dimiliki oleh perusahaan milik negara,
mulai meninggalkan stasiun sebuah kota kecil yang terdapat di Provinsi Jawa
Timur. Dahulu kala, kota kecil ini merupakan sebuah kerajaan yang cukup besar
pada masanya. Bersama seorang kerabat, kami merencanakan sebuah perjalanan
singkat ke sebuah daerah istimewa yang terdapat di Republik ini. Sebuah daerah
yang masih memegang teguh adat istiadat bangsanya. Sebuah daerah yang banyak
memikat wisatawan untuk selalu datang kembali. Sebuah daerah yang menawarkan
budaya keramah – tamahan masyarakatnya, ketenangan, dan tentu saja
keanekaragaman daerah wisata yang dimilikinya.
± 5 jam, kereta api meliuk – liuk bak naga melewati
lintasan yang khusus disediakan untuknya. Seperti kereta kencana seorang
bangsawan, tiada yang bisa menghentikan laju jalannya. Setiap berhenti, untuk menurunkan dan
menaikkan penumpang, setiap kali itu pula terdengar erungan panjang “sang naga”.
Menandakan, “sang naga” siap untuk meliuk – liuk kembali untuk mencapai
tujuannya. Saat ini, “sang naga” sudah banyak memiliki perubahan yang drastis,
semenjak pemiliknya melakukan perubahan besar-besaran di tubuh “sang naga”. Dan
tentu saja, perubahan yang dilakukan pemilik “sang naga” tersebut mengundang
banyak pro dan kontra. Namun, kebijakan sang pemilik “sang naga” sudah bulat. “Sang
naga” harus berubah untuk mengikuti perkembangan zaman dan pasar yang terus
berkembang.
Untuk menghabiskan waktu, saya dan kerabat banyak
bercerita dan bertukaran pikiran tentang apa saja. Maklum saja, sang kerabat
merupakan seorang mantan jurnalis yang memiliki banyak pandangan dan
pengetahuan yang belum tentu semua orang memilikinya. Dan saya pun sangat
senang untuk terus bercerita dan bertukaran pikiran dengannya. Tiada hentinya,
saya dan kerabat terus memeras pikiran, menutup dan membuka mulut untuk
mengeluarkan segala isi otak. Dan tanpa terasa, waktu berjalan dengan cepatnya,
hingga akhirnya “sang naga” berhenti ke tempat peristirahatannya sementara,
sebelum “meliukkan tubuhnya” kembali.
Sampailah kami, ke daerah istimewa yang kami inginkan.
Banyak manusia dari berbagai daerah menyebut daerah istimewa tersebut sebagai “kota
pelajar”, “ kota budaya” dan “ kota sejuta kenangan”. Tentu saja, saya
sebagai manusia yang berasal dari daerah lain mengamini jargon tersebut. “Kota
pelajar”, karena daerah istimewa tersebut merupakan salah satu
daerah yang banyak memiliki lembaga pendidikan, khususnya lembaga pendidikan tingi.
“Kota budaya”, karena daerah istimewa tersebut merupakan daerah yang
masih memiliki sistem kesultanan yang diwariskan turun – temurun selama ratusan
tahun, dan merupakan salah satu benteng kebudayaan terakhir bagi suku terbesar
populasinya di Republik ini. “Kota sejuta kenangan”, itu pun juga suatu hal
yang pasti. Telah banyak tertulis kenangan anak manusia di daerah istimewa
tersebut, dan saya termasuk anak manusia yang memiliki kenangan indah tersebut.
Bersama kerabat, saya memilih untuk menggunakan kaki
menuju sebuah kampus nasional pertama yang dimiliki Republik ini. Karena
sebelumnya, saya telah mempunyai janji untuk temu kangen kembali dengan kawan
semasa sekolah menengah atas. Langkah kaki mulai membelah jalanan daerah
istimewa tersebut, kepadatan kendaraan bermotor, ramainya manusia yang lalu
lalang , dan di sepanjang jalan daerah istimewa tersebut banyak terdapat
penjaja makanan. Baik makanan berat, makanan ringan untuk sekedar menahan rasa
lapar dan hilir mudik musisi jalanan yang beraksi. Suasana yang sama, persis seperti
tergambarkan di lirik lagu sebuah band nasional yang pernah berjaya di medio
tahun 90-an.
Langkah kaki terus melangkah, dan tanpa sadar peluh telah
mulai membasahi pakaian yang saya kenakan. Namun karena suasana yang saya
sendiri tiada mengerti. Rasa lelah itu tiada berarti. Hingga sampailah saya dan
kerabat di bundaran kampus nasional pertama di Republik ini. Sama seperti tahun
sebelumnya, ketika saya pernah menyambangi kampus tersebut, hilir mudik
kendaraaan, penjaja makanan kaki lima masih tetap sama. Tiada perubahan yang
drastis. Namun, semua itu yang membuat rasa rindu terus membuncah. Perasaan itu tetap sama seperti
ketika saya pertama kali menjejakkan kaki di daerah istimewa tersebut.
Dengan cepat, saya menggunakan teknologi komunikasi untuk
memberikan kabar kepada kawan lama. “Kawan,
saya sudah berada di gelanggang ya”! Dan dengan cepat, seseorang yang berada di
kejauhan memberikan suara mengerti,dan tidak lama lagi akan segera merapat ke
tempat yang saya sampaikan. Saya dan kerabat menunggu di gelanggang, yang
merupakan sebuah tempat berkumpulnya mahasiswa – mahasiswi perguruan tinggi
nasional tersebut untuk mengasah minat, bakat, softskill,
dan membangun jejaring sosial diantara mereka. Sama seperti waktu lampau ketika
saya pernah menyambangi tempat ini, saya selalu merasa senang dan kerasan, dan
hal tersebut tiada pernah berubah sampai saat ini. Kebetulan, saat itu sedang
diadakan sebuah hajatan olahraga untuk mahasiswa – mahasiswi, suasana riuh menjalar ke setiap sudut tempat
tersebut. Terdengar teriakan semangat, suara perkusi yang yang mengalun tiada henti,
sebagai media pendukung untuk tim yang akan bertanding. Oooh, saya sangat senang
suasana ini. Ketika kaum intelektual, tidak hanya mengisi otaknya dengan ilmu
pengetahuan saja, namun tetap mengisi relung hati dan jiwanya untuk
melaksanakan sebuah kegiatan yang disenanginya. Keseimbangan! Tidak hanya otak,
namun hati dan jiwa harus juga diisi dengan kegiatan – kegiatan
penuh canda tawa, memeras keringat dan menularkan hobi.
Bertemu kembali kerabat lama, dari sebuah organisasi
pencinta alam di kampus nasional tersebut. Berpeluk erat, bercerita tentang
masa lalu, dan saling bertukaran pikiran untuk menyikapi perubahan dunia
kemahasiswaan, dunia kepetualangan, dan lingkungan hidup. Untuk kegiatan yang
satu ini, saya sangat menyukainya. Bertemu dengan orang baru, berbeda latar belakang budaya, kepercayaan,
dan sudut pandang. Hal tersebut merupakan sebuah keindahan yang sangat saya
sukai. Dan tiada bosan saya melakukan hal tersebut, suatu hal yang saya tidak pernah lupakan
ketika berkunjung ke suatu daerah, yaitu mengunjungi perguruan tinggi daerah
tersebut dan beramah tamah dengan masyarakat kampus. Sebuah hal yang sangat
menyenangkan bagi saya ketika melakukan hal tersebut, menyelami sikap dan
pemikiran kaum – kaum intelektual. Sampai saat ini, saya tiada bosan untuk
terus melakukannya.
Di hari terakhir, saya gunakan untuk membeli beberapa
produk khas daerah istimewa tersebut. Batik! Sebuah mahakarya yang telah diakui
oleh dunia internasional. Tentu saja, saya membelinya beberapa buah sebagai
titipan orang tua saya yang berada jauh disana.
Tidak hanya membeli, saya juga memilih tempat membeli mahakarya tersebut
pada suatu tempat yang telah lama dikenal. Tidak melebih- melebihkan, saya rasa
berbagai manusia dari penjuru Republik ini yang mencintai Batik, pasti mengenal
tempat tersebut. Sebuah tempat yang tetap bersahaja walaupun zaman terus
berubah, dan modernisme telah menjalar dengan gila ke seluruh penjuru mata
angin. Namun, tempat tersebut tetap memilih kebersahajaannya. Dan kekonsistenan
tersebut pulalah yang memberikan sebuah ciri khas yang melekat kepadanya. Hal itu pulalah yang dicari – cari manusia
modern seperti sekarang ini.
Ratusan bahkan ribuan manusia dari berbagai penjuru
Republik ini, tiada henti – hentinya hilir mudik di daerah istimewa tersebut.
Dan dengan berbagai kepentingan pula. Suatu hal yang pasti, daya magis daerah
istimewa tersebut tiada surutnya untuk menarik kembali setiap manusia yang
pernah mengunjunginya. Mengulang kembali cerita, melihat kembali kebersahajaannya,
melihat kembali kebudayaan dan masyarakatnya, mencoba mengingat kembali suasana yang pernah terpatri disana. Seketika, teringat sebuah lagu yang mengisahkan daerah
istimewa tersebut. Sambil duduk sendiri, saya pun mendendangkan lagu tersebut.
Suatu saat saya pasti kembali lagi, mengulang kembali nostalgia disana. "Janji saya dalam hati".
Ada
setangkup haru dalam rindu
Masih
seperti dulu
Tiap
sudut menyapaku bersahabat, penuh selaksa makna
Saat
kita sering luangkan waktu
Nikmati
bersama
Suasana
Jogja
Pare,
12 November 2016
Tidak ada komentar:
Posting Komentar