Recent Posts

Popular Posts

Senin, 14 November 2016

Jalesveva Jayamahe


Ketika itu Sukarno berkata,
   "Usahakanlah agar kita menjadi bangsa pelaut kembali. Ya, bangsa pelaut dalam arti yang seluas-luasnya. Bukan sekedar menjadi jongos-jongos di kapal, Bukan! Tetapi bangsa laut dalam arti cakrawati samudera. Bangsa pelaut yang mempunyai armada niaga, bangsa pelaut yang mempunyai armada militer, bangsa pelaut yang kesibukannya di laut menandingi irama gelombang lautan itu sendiri.”
Alkisah, dahulu kala terdapat sebuah negeri yang berada di garis khatulistiwa dengan armada lautnya yang sangat maju di zamannya. Negeri tersebut memiliki pengaruh yang cukup besar, tidak hanya berjaya di wilayah regional, namun sampai ke negeri nun jauh disana. Namun kejayaan tersebut, tidak digapai dengan serta merta. Namun melihat sebuah kenyataan, bahwa wilayah negeri tersebut terdiri dari 2/3 wilayah lautan. Dengan ribuan pulau dan garis pantai yang membentang sepanjang ribuan kilometer dan diapit oleh 2 samudera dunia.  Kenyataan tersebut pula yang menjadi dasar para pembesar negeri  itu untuk membuat kebijakan sebagai negara maritim dengan ribuan armada dan ratusan kapal yang siap mengarungi luasnya laut dan samudera untuk mencapai kekayaan dan kejayaan.
Kejayaan di laut dan samudera ratusan tahun lalu kini sudah tinggal sejarah. Negeri tersebut kini telah bermetamorfosis menjadi sebuah negeri yang melupakan sebuah kenyataan. Ya! melupakan sebuah kenyataan. Negeri tersebut kini, “memunggungi” laut dan samuderanya. Hanya berfokus kepada daratan. Dan selama puluhan tahun pula, pasukan darat di negeri tersebut menjadi sebuah kelas eksekutif, dengan para petinggi dan mantan petingginya yang mempunyai andil dan pengaruh yang sangat besar dalam mencengkeram negeri tersebut. Dengan pengaruh tersebut, dengan mudah mereka mengarahkan pos anggaran negara untuk memberikan presentase yang besar untuk kepentingan mereka dan mengubah arah kebijakan politik negeri sesuai yang mereka kehendaki. Dan tidak boleh pula dilupakan, petinggi pasukan darat tersebut pernah menguasai negeri itu hingga puluhan tahun lamanya. Puluhan tahun pula, pasukan penguasa tersebut melupakan kenyataan yang dimiliki negerinya.
            Kini, setelah lengsernya petinggi pasukan darat tersebut. Penguasa baru negeri tersebut yang berasal dari rakyat jelata mulai melirik laut dan samudera. Kekayaan alam laut dan samudera, sejarah kejayaan masa lalu negeri tersebut mulai dihembuskan kembali. “Kita harus melirik laut, negeri ini harus menjadi poros maritim dunia!” ucap sang penguasa baru tersebut, beberapa kali saat dia tampil di depan umum. Yang dimaksud poros maritim dunia menurut penguasa negeri tersebut ialah “ suatu gagasan strategis yang diwujudkan untuk menjamin konektifitas antar pulau, pengembangan industri perkapalan dan perikanan, perbaikan transportasi laut serta fokus pada keamanan maritim”.
           
            Kenyataan yang telah terkubur selama puluhan tahun bahkan ratusan tahun yang lalu, perlahan mulai diangkat kembali. Melihat pergulatan hidup di dunia internasional, bangsa yang menguasai laut dan samudera, niscaya menjadi bangsa yang besar dan berjaya. Seperti Portugis, Spanyol, Inggris dan Amerika. Dan sudah sepatutnya pula poros maritim dunia sebuah poin yang dilontarkan penguasa negeri tersebut sebagai sebuah kebijakan yang kelak akan dilaksanakannya untuk membangun kembali kejayaan negeri maritim. Sebuah keyakinan mutlak yang harus dilaksanakan, secara tidak langsung membangkitkan kembali gairah negeri tersebut yang telah melupakan “halaman depannya”. Membangun kembali budaya maritim, bukanlah suatu yang mudah. Butuh waktu yang tidak sebentar dan kekonsistenan yang selalu harus dipertahankan. Kebijakan yang dimaklumatkan pengusa tersebut, harus pula di dukung oleh banyak pihak, tidak hanya abdi negeri, namun juga masyarakat negeri tersebut.

            Kebangkitan kembali negeri maritim merupakan sebuah keniscayaan sebagai sebuah “negeri kepulauan” yang telah ratusan tahun  dikenal oleh banyak petualang negeri asing hinga tercatat dalam lembar sejarah dunia.  “Rakyat harus didorong mencintai laut, karena laut adalah masa depan kita” ucap mantan menteri negeri tersebut pada sebuah kesempatan.  Akhir kata, kalimat penutup yang harus terus digelorakan dan mungkin sudah seharusnya menjadi kalimat penting dalam kamus sebuah negeri yang mulai berproses menjadi negeri maritim kembali dan sudah seharusnya pula untuk dilaksanakan tanpa ada keraguan sedikit pun untuk melaksanakannya. JALESVEVA JAYAMAHE!

           
           
           

Tidak ada komentar:

Posting Komentar