Recent Posts

Popular Posts

Selasa, 25 Oktober 2016

Bertualang di Bumi Serambi Mekkah part II


  Dari Desa Ramung, menjejal liar dan buasnya riam Bumi Serambi Mekkah dilakukan. Setelah berpamitan dengan masyarakat desa dan pihak – pihak terkait yang ada di Kecamatan Putri Betung, tim langsung menurunkan segala peralatan untuk mengarungi sungai yang memiliki air yang sangat dingin tersebut. Maklum, semalam hujan turun dengan derasnya dan ditambah aliran sungai berhulu di Taman Nasional Gunung Leuser, yang masih terjaga kondisinya dan menjadi salah satu taman nasional terbesar di Indonesia. Start pengarungan tidak jauh dari jalan raya, sehingga memudahkan untuk mencapai start pengarungan. Perahu karet , peralatan pengarungan seperti dayung, pelampung , helm, pompa angin, dan perbekalan selama pengarungan dibawa turun ke start pengarungan. Start pengarungan Ae Gayo sangat menantang dan sangat memacu adrenalin. Suara gemuruh air yang sangat besar  terus memacu jantung untuk memompa darah lebih cepat dari biasanya. Jeram – jeram besar yang dapat membalikkan perahu, batu – batu besar yang dapat menjadi penghalang manuver perahu karet, merupakan pemandangan yang sangat jelas di depan mata. Namun karena jiwa muda yang haus akan tantangan, segala hambatan  tersebut malah memacu adrenalin untuk segera turun ke sungai, merasakan dinginnya air dan jeram – jeram yang siap menghempaskan apapun yang berani melewatinya. 
Bermanuver


            Setelah perbekalan disiapkan di dalam perahu, dan semua pendayung telah siap dengan posisinya, dan tangan – tangan yang siap bekerja keras dari biasanya, pandangan mata yang tajam ke depan siap mengawasi alur sungai agar tidak terjepit di batu. Teriakan dayung kuat dari belakang perahu seperti samar – samar terdengar dikarenakan beradu dengan suara gemuruh sungai yang besar. Dayung yang ditenggelamkan ke air secara kompak dan cepat terus bergantian terkayuh, teriakan dari penduduk desa yang memberikan semangat seperti tenaga tambahan bagi para pendayung untuk menerobos jeram besar di depan. Kuat ! ayo kuat ! teriak kapten pengarungan, perahu karet yang di desain untuk mengarungi sungai berarus deras dengan gagahnya membelah jeram besar di depan. Ayo, ayo,  ayo teriakan dari pinggir sungai terdengar, namun untuk saat itu tidak waktu untuk menoleh barang sedikit pun, semua mata fokus ke depan, karena jeram berikutnya telah menanti di depan.  Di jeram pembuka, tim perahu I sempat mengalami kendala karena tersangkut di batu.  Ketenangan merupakan salah satu kunci untuk melakukan pengarungan sungai berarus deras, dengan sedikit mendorong- dorong perahu akhirnya perahu terlepas dari hambatan. Dan arus sungai mendorong terus perahu, dengan kesigapan tim, hambatan yang terjadi dapat diselesaikan dengan mudah. 
            Jeram – jeram di etape I yang dimulai dari Desa Ramung – Jembatan Gumpang, sangat dahsyat dan sangat memacu adrenalin . Manuver, dan dayungan yang kuat sangat dibutuhkan di etape pengarungan ini. Tidak disarankan bagi pemula untuk mencoba etape I. Dikarenakan besarnya jeram, banyak bebatuan baik besar maupun kecil yang dapat mengakibatkan perahu menempel di batu, dan gradien sungai  (kemiringan sungai  pada suatu jarak tertentu)  yang cukup curam sehingga banyak hole – hole ( putaran air yang terbentuk saat arus sungai jatuh diatas  batu dan berputar secara terus menerus )  yang dapat menyedot perahu dan membalikkan perahu jika masuk ke dalamnya. Di etape ini Ae Gayo  mempunyai grade 3 – 4 sehingga membutuhkan kesiapan semua awak perahu untuk melewati jeram – jeram dan hambatan yang ada. 
            Etape demi etape tim tuntaskan tanpa kendala yang berarti, aliran sungai juga tidak sebuas seperti di etape I. Dan etape pengarungan selanjutnya juga telah sering dilalui oleh tim – tim arung jeram. Baik sebagai destinasi wisata arung jeram dan perlombaan arung jeram tingkat nasional maupun internasional. Pengarungan sejauh ±58 km sesuai rencana operasional telah tuntas dilakukan. Namun ada baiknya jika melakukan pengarungan di Lawe Alas sempatkan sejenak untuk beristirahat dan membuat campsite  di Ketambe. Daerah Ketambe merupakan daerah wisata bagi turis – turis asing untuk menikmati keindahan dan ketenangan hujan hujan tropis Sumatera. Dan jika memiliki SIMAKSI (Surat Ijin Memasuki Kawasan Konservasi), ada baiknya pula melihat stasiun penelitian Ketambe yang sudah tersohor di seluruh dunia sebagai stasiun penelitian Orangutan Sumatera. Sudah banyak penelitian tentang orangutan Sumatera yang dilakukan di stasiun penelitian ini, baik yang dilakukan peneliti dalam maupun luar negeri.   
                         
         Titik finish  Mbarung ditandai dengan jembatan beton yang digunakan oleh masyarakat Kutacane sebagai jalur transportasi. Dari kejauhan saya dan tim melihat jembatan tersebut, sontak semua berteriak kegirangan karena titik finish dan akhir dari pengarungan sungai ini telah terselesaikan. Sungguh pengalaman yang sangat menyenangkan dan membanggakan. Terbayang segala persiapan untuk dapat melaksanakan kegiatan ini. Dan semua terbayar dengan lunas, pekik kegembiraan terdengar dengan jelas saat tim sampai di bawah  Jembatan Mbarung.

          Arung jeram tidak  melulu bercerita tentang melewati arus – arus liar dan deras, jika dilihat lebih mendalam kegiatan kepetualangan ini sarat akan nilai – nilai kehidupan. Kerjasama, kecermatan, rasa percaya pada diri sendiri, pentingnya sebuah perencanaan yang matang untuk menggapai keberhasilan, dan keberanian  untuk mengakui keterbatasan diri merupakan sedikit nilai – nilai kehidupan yang dapat diserap dalam kepetualangan alam bebas ini. Memang benar petuah bijak mengatakan “ alam merupakan guru yang terbaik bagi manusia”. Bagaimana dengan anda? Apakah tertarik untuk mencoba arus deras Ae Gayo – Lawe Alas?


 

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar