Dari Desa Ramung, menjejal liar dan buasnya
riam Bumi Serambi Mekkah dilakukan. Setelah berpamitan dengan masyarakat
desa dan pihak – pihak terkait yang ada di Kecamatan Putri Betung, tim langsung
menurunkan segala peralatan untuk mengarungi sungai yang memiliki air yang
sangat dingin tersebut. Maklum, semalam hujan turun dengan derasnya dan
ditambah aliran sungai berhulu di Taman Nasional Gunung Leuser, yang masih
terjaga kondisinya dan menjadi salah satu taman nasional terbesar di Indonesia.
Start pengarungan tidak jauh dari jalan raya, sehingga memudahkan untuk
mencapai start pengarungan. Perahu karet , peralatan pengarungan seperti dayung,
pelampung , helm, pompa angin, dan perbekalan selama pengarungan dibawa turun
ke start pengarungan. Start pengarungan Ae Gayo sangat menantang dan sangat
memacu adrenalin. Suara gemuruh air yang sangat besar terus memacu
jantung untuk memompa darah lebih cepat dari biasanya. Jeram – jeram besar yang
dapat membalikkan perahu, batu – batu besar yang dapat menjadi penghalang
manuver perahu karet, merupakan pemandangan yang sangat jelas di depan mata.
Namun karena jiwa muda yang haus akan tantangan, segala hambatan tersebut malah memacu adrenalin untuk segera
turun ke sungai, merasakan dinginnya air dan jeram – jeram yang siap
menghempaskan apapun yang berani melewatinya.
Bermanuver |
Setelah perbekalan disiapkan di dalam perahu, dan semua pendayung telah siap
dengan posisinya, dan tangan – tangan yang siap bekerja keras dari biasanya,
pandangan mata yang tajam ke depan siap mengawasi alur sungai agar tidak
terjepit di batu. Teriakan dayung kuat dari belakang perahu seperti samar –
samar terdengar dikarenakan beradu dengan suara gemuruh sungai yang besar.
Dayung yang ditenggelamkan ke air secara kompak dan cepat terus bergantian
terkayuh, teriakan dari penduduk desa yang memberikan semangat seperti tenaga
tambahan bagi para pendayung untuk menerobos jeram besar di depan. Kuat ! ayo
kuat ! teriak kapten pengarungan, perahu karet yang di desain untuk mengarungi
sungai berarus deras dengan gagahnya membelah jeram besar di depan. Ayo,
ayo, ayo teriakan dari pinggir sungai terdengar, namun untuk saat itu
tidak waktu untuk menoleh barang sedikit pun, semua mata fokus ke depan, karena
jeram berikutnya telah menanti di depan. Di jeram pembuka, tim perahu I
sempat mengalami kendala karena tersangkut di batu. Ketenangan merupakan
salah satu kunci untuk melakukan pengarungan sungai berarus deras, dengan
sedikit mendorong- dorong perahu akhirnya perahu terlepas dari hambatan. Dan
arus sungai mendorong terus perahu, dengan kesigapan tim, hambatan yang terjadi
dapat diselesaikan dengan mudah.
Jeram – jeram di etape I yang dimulai dari Desa Ramung – Jembatan Gumpang,
sangat dahsyat dan sangat memacu adrenalin . Manuver, dan dayungan yang kuat
sangat dibutuhkan di etape pengarungan ini. Tidak disarankan bagi pemula untuk
mencoba etape I. Dikarenakan besarnya jeram, banyak bebatuan baik besar maupun
kecil yang dapat mengakibatkan perahu menempel di batu, dan gradien sungai (kemiringan sungai pada suatu jarak
tertentu) yang cukup curam sehingga banyak hole – hole ( putaran
air yang terbentuk saat arus sungai jatuh diatas batu dan berputar secara
terus menerus ) yang dapat menyedot perahu dan membalikkan perahu jika
masuk ke dalamnya. Di etape ini Ae Gayo mempunyai grade 3 – 4 sehingga
membutuhkan kesiapan semua awak perahu untuk melewati jeram – jeram dan
hambatan yang ada.
Etape demi etape tim tuntaskan tanpa kendala yang berarti, aliran sungai juga
tidak sebuas seperti di etape I. Dan etape pengarungan selanjutnya juga telah
sering dilalui oleh tim – tim arung jeram. Baik sebagai destinasi wisata arung
jeram dan perlombaan arung jeram tingkat nasional maupun internasional.
Pengarungan sejauh ±58 km sesuai rencana operasional telah tuntas dilakukan.
Namun ada baiknya jika melakukan pengarungan di Lawe Alas sempatkan sejenak
untuk beristirahat dan membuat campsite di Ketambe. Daerah Ketambe
merupakan daerah wisata bagi turis – turis asing untuk menikmati keindahan dan
ketenangan hujan hujan tropis Sumatera. Dan jika memiliki SIMAKSI (Surat Ijin
Memasuki Kawasan Konservasi), ada baiknya pula melihat stasiun penelitian
Ketambe yang sudah tersohor di seluruh dunia sebagai stasiun penelitian Orangutan
Sumatera. Sudah banyak penelitian tentang orangutan Sumatera yang dilakukan di
stasiun penelitian ini, baik yang dilakukan peneliti dalam maupun luar negeri.
Titik
finish Mbarung ditandai dengan jembatan beton yang digunakan oleh
masyarakat Kutacane sebagai jalur transportasi. Dari kejauhan saya dan tim
melihat jembatan tersebut, sontak semua berteriak kegirangan karena titik
finish dan akhir dari pengarungan sungai ini telah terselesaikan. Sungguh
pengalaman yang sangat menyenangkan dan membanggakan. Terbayang segala
persiapan untuk dapat melaksanakan kegiatan ini. Dan semua terbayar dengan
lunas, pekik kegembiraan terdengar dengan jelas saat tim sampai di bawah
Jembatan Mbarung.
Arung jeram
tidak melulu bercerita tentang melewati arus – arus liar dan deras, jika
dilihat lebih mendalam kegiatan kepetualangan ini sarat akan nilai – nilai
kehidupan. Kerjasama, kecermatan, rasa percaya pada diri sendiri, pentingnya
sebuah perencanaan yang matang untuk menggapai keberhasilan, dan
keberanian untuk mengakui keterbatasan diri merupakan sedikit nilai –
nilai kehidupan yang dapat diserap dalam kepetualangan alam bebas ini. Memang
benar petuah bijak mengatakan “ alam merupakan guru yang terbaik bagi manusia”.
Bagaimana dengan anda? Apakah tertarik untuk mencoba arus deras Ae Gayo – Lawe
Alas?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar