Recent Posts

Popular Posts

Minggu, 02 Oktober 2016

Apa Kabarmu Mobil Nasionalku ?

“ Berdaulat dalam politik
Berdikari dalam ekonomi
Berkepribadian dalam kebudayaan “
( Konsep Trisakti )
            Konsep Trisakti, dewasa ini mulai digaungkan kembali oleh Presiden ke 7 RI Ir. Joko Widodo. Sebelumnya konsep ini pernah dibacakan oleh Presiden Soekarno dalam pidato kenegaraan pada 17 Agustus 1964.  Soekarno mengukapkan tiga paradigma yang akan mampu membangkitkan Indonesia  menjadi bangsa yang besar , baik secara politik, ekonomi dan kebudayaan.
            Ada 3 point penting dalam konsep trisakti, yaitu berdaulat dalam politik, berdikari dalam ekonomi, dan berkepribadian dalam kebudayaan. Sebelum menjadi Presiden, Joko Widodo pernah menerapkan salah satu point konsep trisakti saat dia masih menjabat sebagai Walikota Solo.  Gebrakan dalam point berdikari dalam ekonomi pernah diwujudkan dalam mempromosikan mobil buatan dalam negeri yaitu mobil Esemka yang merupakan hasil karya siswa SMK di Solo. Gaung besar dari pembuatan mobil ini cukup hangat di masyarakat, saat informasi tersaji  kepada masyarakat tentang embrio kebangkitan  mobil nasional.
            Namun, kenyataan saat ini berbanding terbalik dengan realita yang ada. Mobil ESEMKA yang sempat naik pamornya sekarang sudah hilang ditelan bumi. Tidak ada pemberitaan lebih lanjut tentang mobil nasional ini.  Mobil ESEMKA tipe Rajawali yang sempat dijadikan mobil dinas saat Joko Widodo menjadi Walikota Solo kini terpakir di gedung Solo Technopark. Bahkan salah satu mobil tersebut tidak dilengkapi dengan pelat nomor kendaraan dan pintu belakang sebelah kanan juga tidak bisa dibuka disebabkan  pegangannya sudah patah .  Tidak ada lagi aktifitas perakitan mobil di pusat pengembangan teknologi tersebut. Padahal ,3 tahun lalu masyarakat berbondong – bondong ke tempat itu untuk menyaksikan perakitan mobil tersebut ( Tempo . Co )
            Tidak ada kepastian lanjutan tentang mobil nasional ini, peran Joko Widodo saat menjadi Walikota Solo berbanding terbalik saat beliau menjadi Presiden Republik Indonesia.  Mobil pabrikan Jepang tetap menjadi raja di negeri ini, dan merk dari negara lain , pun menghiasi pangsa pasar penjualan mobil di Indonesia. Dan berita terhangat terjadi saat media cetak maupun elektronik memberikan informasi tentang Proton, mobil yang notabene buatan Malaysia akan menjadi mobil nasional. Pro dan kontra pun terjadi di masyarakat kala informasi tersebut beredar dengan luas.
            Sejak tahun 1975, Indonesia pernah membuat mobil nasional. Meskipun masih dibawah naungan Toyota yang notabene perusahaan otomotif asal Jepang. Pembuatan dan perakitan mobil ini seluruhnya dilakukan di Indonesia, dan saat itu merupakan titik balik akar pertumbuhan mobil nasional di Indonesia, selain itu mobil nasional lain seperti Maleo dan sampai yang paling fenomenal ialah mobil nasional “ Timor “ yang saat itu didukung penuh oleh pemerintah Suharto melalui kebijakan resmi ( Keppres dan Inpres ). Dan masih banyak lagi mobil – mobil ciptaan anak negeri yang sesungguhnya dapat menjadi produk kebanggaan di dalam negeri.
            Namun realita yang terjadi, produsen otomotif asal negara lain tetap mengusai segmen pasar di dalam negeri. Sepanjang tahun 2014 Toyota mengusai penjualan mobil dalam negeri dengan total penjualan 399.000.000 unit ( Januari – Desember ) Tempo.co. Kalimat “ cintai produk dalam negeri “ merupakan kalimat yang sangat memuakkan di negeri ini. Tidak ada tindakan nyata untuk mewujudkan jargon tersebut. Terlihat dari lembaga pemerintahan yang dimana hampir semua para elit pengusa baik pusat maupun daerah berlomba – lomba untuk menggunakan mobil – mobil buatan produsen luar negeri.  Saat ini  Pemerintah Tiongkok melakukan perubahan penggunaan kendaraan di lembaga negara, dengan mengalihkan penggunaan mobil dengan merk asing ke mobil dengan merk lokal dengan tujuan penghematan anggaran negara.
            Namun di Indonesia terjadi hal yang sangat berbanding terbalik,di rezim pemerintahan Joko Widodo malah menaikkan tunjangan uang muka pembelian mobil bagi pejabat negara dari Rp. 94,24 juta menjadi  Rp. 210,89 juta ( Liputan 6.com ). Dan para pejabat tersebut berlomba – lomba ingin mencoba mobil dinas dengan merk luar negeri yang terkenal seperti Toyota, Volvo dan merk – merk asing lainnya. Terlihat dengan jelas , tidak adanya keberpihakan elit pemerintah terhadap mobil – mobil  produksi yang benar – benar sepenuhnya dikuasai oleh anak negeri. Terang saja jika mobil – mobil merk dalam negeri tidak ada yang berlanjut dengan jangka waktu yang lama. Ya, tentu saja tidak ada dukungan yang jelas dari pemerintah dan setengah hati dalam mewujudkan industri mobil nasional. Bermacam – macam produk mobil dengan merk lokal berlalu begitu saja. Tidak adanya keseriusan dalam menciptakan terobosan.
Jika dilihat dari sisi ekonomi, pasar industri otomotif di Indonesia merupakan hal yang sangat menggiurkan, terlihat dari pemilihan Indonesia sebagai basis produksi di luar Jepang ( Kementrian Perindustrian RI ).
            Jika pasar tersebut dapat dimanfaatkan dengan baik oleh pemerintah, sudah pasti devisa negara akan bertambah dengan cepat.  Namun hal tersebut belum menjadi hal yang utama dalam meningkatkan perekonomian di Indonesia.  Alasan klasik seperti pengetahuan teknologi dalam industri otomotif yang masih minim menjadi penghalang yang sampai sekarang masih menjadi alasan – alasan pemerintah. Jika dikaji lebih mendalam, sebenarnya hal tersebut bisa diatasi. Sejarah telah berbicara, sejak 1975 sampai sekarang, ± 22 merk mobil karya anak bangsa telah tercipta. Dan ada hal yang membanggakan dari karya anak negeri tersebut, mobil offroad bermerk FIN KOMODO memiliki teknologi yang tidak dimiliki oleh perusahaan otomotif  lain dan dapat diartikan mobil tersebut telah memiliki hak paten sendiri. Sehingga tidak ada kendaraan lain yang berhak menggunakan rancangan teknologi tersebut tanpa ada ijin tertulis dari PT. Fin Komodo  Teknologi.
            Ketua Asosiasi Industri Otomotif Nusantara, Ibnu Susilo mengatakan di Indonesia sudah seharusnya mobil karya anak bangsa dapat dijadikan mobil nasional. Mobil – mobil yang sebelumnya telah tercipta seharusnya terus dijaga atau “ dipelihara “.   Ibnu juga mengatakan para produsen mobil lokal tidak meminta bermacam – macam intensif dari pemerintah. Untuk saat ini , yang paling diperlukan pengakuan dan promosi dari pemerintah untuk memproduksi mobil nasional. Dukungan politik , ya dukungan politik dari elit pemerintah merupakan hal yang utama agar mobil nasional tidak hanya menjadi angan – angan semata. ‘ Belilah mobil nasional ‘ agar pendanaan untuk pembangunan mobil nasional dapat terus berjalan terang Ibnu.
            Semoga para elit pemerintah mulai menyatukan visi misi dan kemauan untuk memajukan industri dalam negeri. Sehingga jargon “ cintai produk dalam negeri “ tidak hanya menjadi kalimat retoris belaka.  Semoga...



Tidak ada komentar:

Posting Komentar