“ Berdaulat dalam
politik
Berdikari dalam ekonomi
Berkepribadian dalam
kebudayaan “
( Konsep Trisakti )
Konsep Trisakti, dewasa ini mulai digaungkan kembali oleh
Presiden ke 7 RI Ir. Joko Widodo. Sebelumnya konsep ini pernah dibacakan oleh
Presiden Soekarno dalam pidato kenegaraan pada 17 Agustus 1964. Soekarno mengukapkan tiga paradigma yang akan
mampu membangkitkan Indonesia menjadi
bangsa yang besar , baik secara politik, ekonomi dan kebudayaan.
Ada 3 point penting dalam konsep trisakti, yaitu
berdaulat dalam politik, berdikari dalam ekonomi, dan berkepribadian dalam
kebudayaan. Sebelum menjadi Presiden, Joko Widodo pernah menerapkan salah satu
point konsep trisakti saat dia masih menjabat sebagai Walikota Solo. Gebrakan dalam point berdikari dalam ekonomi
pernah diwujudkan dalam mempromosikan mobil buatan dalam negeri yaitu mobil
Esemka yang merupakan hasil karya siswa SMK di Solo. Gaung besar dari pembuatan
mobil ini cukup hangat di masyarakat, saat informasi tersaji kepada masyarakat tentang embrio kebangkitan mobil nasional.
Namun, kenyataan saat ini berbanding terbalik dengan
realita yang ada. Mobil ESEMKA yang sempat naik pamornya sekarang sudah hilang
ditelan bumi. Tidak ada pemberitaan lebih lanjut tentang mobil nasional
ini. Mobil ESEMKA tipe Rajawali yang
sempat dijadikan mobil dinas saat Joko Widodo menjadi Walikota Solo kini
terpakir di gedung Solo Technopark. Bahkan salah satu mobil tersebut tidak
dilengkapi dengan pelat nomor kendaraan dan pintu belakang sebelah kanan juga
tidak bisa dibuka disebabkan pegangannya
sudah patah . Tidak ada lagi aktifitas
perakitan mobil di pusat pengembangan teknologi tersebut. Padahal ,3 tahun lalu
masyarakat berbondong – bondong ke tempat itu untuk menyaksikan perakitan mobil
tersebut ( Tempo . Co )
Tidak ada kepastian lanjutan tentang mobil nasional ini,
peran Joko Widodo saat menjadi Walikota Solo berbanding terbalik saat beliau
menjadi Presiden Republik Indonesia. Mobil pabrikan Jepang tetap menjadi raja di
negeri ini, dan merk dari negara lain , pun menghiasi pangsa pasar penjualan
mobil di Indonesia. Dan berita terhangat terjadi saat media cetak maupun
elektronik memberikan informasi tentang Proton, mobil yang notabene buatan
Malaysia akan menjadi mobil nasional. Pro dan kontra pun terjadi di masyarakat
kala informasi tersebut beredar dengan luas.
Sejak tahun 1975, Indonesia pernah membuat mobil
nasional. Meskipun masih dibawah naungan Toyota yang notabene perusahaan
otomotif asal Jepang. Pembuatan dan perakitan mobil ini seluruhnya dilakukan di
Indonesia, dan saat itu merupakan titik balik akar pertumbuhan mobil nasional
di Indonesia, selain itu mobil nasional lain seperti Maleo dan sampai yang
paling fenomenal ialah mobil nasional “ Timor “ yang saat itu didukung penuh
oleh pemerintah Suharto melalui kebijakan resmi ( Keppres dan Inpres ). Dan
masih banyak lagi mobil – mobil ciptaan anak negeri yang sesungguhnya dapat
menjadi produk kebanggaan di dalam negeri.
Namun realita yang terjadi, produsen otomotif asal negara
lain tetap mengusai segmen pasar di dalam negeri. Sepanjang tahun 2014 Toyota
mengusai penjualan mobil dalam negeri dengan total penjualan 399.000.000 unit (
Januari – Desember ) Tempo.co. Kalimat “ cintai produk dalam negeri “ merupakan
kalimat yang sangat memuakkan di negeri ini. Tidak ada tindakan nyata untuk
mewujudkan jargon tersebut. Terlihat dari lembaga pemerintahan yang dimana
hampir semua para elit pengusa baik pusat maupun daerah berlomba – lomba untuk
menggunakan mobil – mobil buatan produsen luar negeri. Saat ini Pemerintah Tiongkok melakukan perubahan
penggunaan kendaraan di lembaga negara, dengan mengalihkan penggunaan mobil
dengan merk asing ke mobil dengan merk lokal dengan tujuan penghematan anggaran
negara.
Namun di Indonesia terjadi hal yang sangat berbanding
terbalik,di rezim pemerintahan Joko Widodo malah menaikkan tunjangan uang muka
pembelian mobil bagi pejabat negara dari Rp. 94,24 juta menjadi Rp. 210,89 juta ( Liputan 6.com ). Dan para
pejabat tersebut berlomba – lomba ingin mencoba mobil dinas dengan merk luar
negeri yang terkenal seperti Toyota, Volvo dan merk – merk asing lainnya. Terlihat
dengan jelas , tidak adanya keberpihakan elit pemerintah terhadap mobil –
mobil produksi yang benar – benar
sepenuhnya dikuasai oleh anak negeri. Terang saja jika mobil – mobil merk dalam
negeri tidak ada yang berlanjut dengan jangka waktu yang lama. Ya, tentu saja
tidak ada dukungan yang jelas dari pemerintah dan setengah hati dalam
mewujudkan industri mobil nasional. Bermacam – macam produk mobil dengan merk
lokal berlalu begitu saja. Tidak adanya keseriusan dalam menciptakan terobosan.
Jika
dilihat dari sisi ekonomi, pasar industri otomotif di Indonesia merupakan hal
yang sangat menggiurkan, terlihat dari pemilihan Indonesia sebagai basis
produksi di luar Jepang ( Kementrian Perindustrian RI ).
Jika pasar tersebut dapat dimanfaatkan dengan baik oleh
pemerintah, sudah pasti devisa negara akan bertambah dengan cepat. Namun hal tersebut belum menjadi hal yang
utama dalam meningkatkan perekonomian di Indonesia. Alasan klasik seperti pengetahuan teknologi
dalam industri otomotif yang masih minim menjadi penghalang yang sampai
sekarang masih menjadi alasan – alasan pemerintah. Jika dikaji lebih mendalam,
sebenarnya hal tersebut bisa diatasi. Sejarah telah berbicara, sejak 1975
sampai sekarang, ± 22 merk mobil karya anak bangsa telah tercipta. Dan ada hal
yang membanggakan dari karya anak negeri tersebut, mobil offroad bermerk FIN KOMODO memiliki teknologi yang tidak dimiliki
oleh perusahaan otomotif lain dan dapat
diartikan mobil tersebut telah memiliki hak paten sendiri. Sehingga tidak ada
kendaraan lain yang berhak menggunakan rancangan teknologi tersebut tanpa ada
ijin tertulis dari PT. Fin Komodo
Teknologi.
Ketua Asosiasi Industri Otomotif Nusantara, Ibnu Susilo
mengatakan di Indonesia sudah seharusnya mobil karya anak bangsa dapat
dijadikan mobil nasional. Mobil – mobil yang sebelumnya telah tercipta
seharusnya terus dijaga atau “ dipelihara “. Ibnu
juga mengatakan para produsen mobil lokal tidak meminta bermacam – macam
intensif dari pemerintah. Untuk saat ini , yang paling diperlukan pengakuan dan
promosi dari pemerintah untuk memproduksi mobil nasional. Dukungan politik , ya
dukungan politik dari elit pemerintah merupakan hal yang utama agar mobil
nasional tidak hanya menjadi angan – angan semata. ‘ Belilah mobil nasional ‘
agar pendanaan untuk pembangunan mobil nasional dapat terus berjalan terang
Ibnu.
Semoga
para elit pemerintah mulai menyatukan visi misi dan kemauan untuk memajukan
industri dalam negeri. Sehingga jargon “ cintai produk dalam negeri “ tidak
hanya menjadi kalimat retoris belaka. Semoga...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar