Recent Posts

Popular Posts

Selasa, 18 Oktober 2016

CERPEN: Mencumbui Arus Deras


Mencumbui Arus Deras
            Rejo meneriaki Beni yang terlihat duduk tanpa mengerjakan sesuatu. Beni! Teriak Rejo, segera kumpulkan pelampung itu menjadi satu agar lebih mudah dipacking. Beni mendadak tersentak dari lamunannya, maklum semalam dia tidur larut karena keasyikan berselancar di dunia maya. Siap laksanakan komandan! balas Beni dengan nada yang agak tinggi pula. Semua yang dilamunkannya terbuyar begitu saja karena mendengar terikan dari Rejo.  Wahyu, Ucok, Imam, Saras sudah sibuk dengan kesibukannya masing – masing. Ada yang  melipat perahu karet, ada yang pergi membeli sarapan, menyatukan paddle, semua sibuk dengan pekerjaannya masing – masing. Setelah semua peralatan dan perlengkapan selesai diangkut ke dalam pick-  up, kemudian Rejo sebagai ketua pelaksanaan kegiatan itu memberikan arahan agar teman – temannya yang lain sejenak menikmati sarapan yang sedari tadi disiapkan. Dengan lahap, semua menikmati makanan yang sudah tersaji walaupun itu hanya nasi lemak tanpa tambahan lauk apapun.
            Pick – up yang sedari tadi telah menunggu untuk dikendalikan. Dengan semangat, Rejo naik ke pick – up tersebut dibarengi teman – temannya yang lain. Berhimpitan seperti orang desa yang hendak menjual hasil buminya ke kota. Begitu juga dengan mereka, penuh sesak dengan segala barang bawaan. Dan pastinya tidak hasil bumi yang dibawa, namun sejumlah peralatan dan perlengkapan untuk mengarungi sungai yang memiliki arus deras. Perlahan kendaraan yang mengangkut mereka beserta muatan yang lain keluar dari kampus yang pagi itu sangat teduh. Seperti hari Minggu biasanya, wilayah kampus itu bakal lengang dan sepi karena tidak ada aktifitas belajar – mengajar. Hanya terdengar nyanyian burung di pucuk pepohonan yang menghiasi suasana di pagi itu. Seperti suasana desa, dengan banyak pohon, udara yang sejuk, suasana yang tenang dan ditambahi pula dengan nyanyian keindahan dari hewan – hewan yang bertengger di pepohonan. Suasana yang mungkin hanya bisa didapatkan 1 minggu sekali, mereka tinggalkan demi sebuah kegiatan yang akan menantang jiwa muda mereka yang sangat haus akan adrenalin dan tantangan.
            Kendaraan beroda 4 dengan warna hitam tersebut pun, mulai mendekat ke arah keramaian kota. Bersanding dengan kendaraan – kendaraan yang lain. Menembus jalan dan terus dan melewati ramainya kendaraan yang berlalu - lalang. Beni membuka cerita, dia keluarkan sebatang rokok filter dari sakunya dan membakar rokok tersebut. Sekejap saja nikotin yang terkandung di dalam rokok tersebut dengan cepat masuk kedalam darahnya dan memberikan ketenangan kepadanya. Beni, bertanya kepada Wahyu tentang dunia perkuliahan yang dijalaninya. Wahyu, bagaimana kondisi perkuliahanmu? Apakah semua mata kuliah yang kau ambil berjalan dengan lancar? Wahyu pun menjawab dengan cepat dan seenaknya pula. Lancar Ben, semua berjalan dengan lancar. Namun ada sesuatu hal yang sedikit menggangguku. Apa yang kubayangkan sebelum memasuki universitas, tidaklah sama. Aku pernah berpikir jika di universitas bisa memberiku sebuah pengalaman baru. Namun semua hanya bayangan semata. Sama seperti aku menempuh pendidikan di SMA, pelajaran dan pengajaran yang diberikan oleh dosen – dosen, rasa – rasanya menumpulkan daya nalarku. Tidak ada rangsangan bagi mahasiswa – mahasiswanya untuk memiliki rasa ingin tau yang besar akan suatu hal. Seperti menjadi kerbau yang hidungnya dicucuk, yang dapat diarahkan kemana saja.  Pengajaran dan pelajaran yang kudapatkan selama ini mungkin lebih mengarahkan ku ke arah pembentukan manusia yang taat, patuh, dan selalu siap menerima kondisi apapun yang ada. Mungkin sama seperti masa zaman kolonial dulu. Saat para kaum penjajah yang memaksakan kehendak agar para pribumi takluk begitu saja padanya. Rasa – rasanya aku ini seperti robot yang mempunyai rasa namun tidak tidak memiliki akal dan nalar. Semua pengajaran yang diajarkan kepadaku terus – menerus dicekcoki kepadaku tanpa aku perlu tau untuk apa aku mempelajarinya. Sudahlah Ben, mungkin lain kali kita bahas segala hal tentang perkuliahan, ingat ini akhir pekan bung! Nikmatilah hari ini, tutup Wahyu. Dan segera Beni mengarahkan pandangannya dan menghisap dengan dalam rokok yang ada di tangannya.  
            Kendaran yang mereka tumpangi pun semakin masuk ke dalam pinggiran kota, deretan ruko mulai digantikan dengan perkebunan sawit, jalan yang berlubang dan berdebu.  Deretan rumah mulai jarang, menandakan mereka sudah mulai memasuki wilayah desa. Beberapa kali kendaraan yang mereka tumpangi menembus lubang, dan beberapa kali juga mereka hampir terjatuh karena hentakan yang ada. Saras tersentak bangun dari tidurnya karena hentakan tersebut. “Ah hampir aku jatuh!” umpat Saras. Genk, yang nyantai dong nyetirnya, teriak Saras dari belakang. Namun teriakan Saras tidak mampu menyaingi hembusan angin yang begitu kuatnya. Sehingga teriakannya yang mengarah ke depan tidak terdengar. Seperti tidak terjadi apa – apa Ucok dengan santainya terus memacu kendaraan tersebut.
            Dan hingga sampailah mereka ke sebuah tempat, seperti sebuah rumah ala penduduk kepulauan tropis. Bangunan tempat tersebut terbuat dari bambu yang saling dikaitkan dan ditutupi oleh daun – daun rumbai tepat seperti rumah – rumah yang terdapat di kepulauan Polinesia dan Hawaii. Suasana tenang dan menyenangkan langsung terasa saat mereka  menjejakkan kaki ke tanah. Ditambah pula suara aliran air yang cukup memiliki aliran deras. Dibawah bangunan tersebut terdapat seperti sebuah selokan yang lebar, namun dengan debit air yang terus mengalir dan dengan air yang jernih pula.
            Beramah tamah barang sejenak dengan pengelola tempat tersebut, dan mengutarakan tujuan mereka. Setelah tuan rumah memahami maksud kedatangan mereka, tanpa dikomando mereka bergantian menuju kamar mandi untuk mengganti pakaian. Semua dikerjakan dengan cepat, dan dengan cepat pula mereka naik kembali ke atas pick – up untuk melanjutkan perjalanan. Dengan sedikit teriak, Wahyu mengucapkan sebuah kalimat “ bang kami jalan dulu ya”  pengelola tempat tersebut mengangguk dan melambaikan tangan kepada mereka. Jalanan semakin rusak, seperti pemerintah tidak ada di wilayah tersebut. Jalan dipenuhi dengan bebatuan, sungguh sangat mengherankan memang, walaupun tempat tersebut dijadikan sebagai daerah wisata Kabupaten, namun akses seperti jalan tidaklah terlalu diperhatikan.
            Menembus jalanan bebatuan, memasuki perkebunan sawit. Hingga sampailah ke tujuan yang mereka rencanakan sedari tadi pagi. Ya, sungai dengan arus yang deras. Deru suara arus deras tersebut sudah terdengar, menggugah dan memacu adrenalin yang mendengarnya. Oke, ayo segera diturunkan segala peralatan yang ada, kita harus bergerak dengan cepat agar sampai ke basecamp tidak terlalu sore, instruksi keluar dari mulut Rejo. Dengan sigapnya teman – teman yang lain melakukannya seperti prajurit yang hendak bertempur. Penuh semangat, agar segera turun ke medan perang. Dengan cepat, perahu karet yang dibawa dipompa dan segera pula perahu karet tersebut menggembung. Yang lain sibuk memasang helm, memasang pelampung , dan memilih paddle yang tepat. Seperti pasukan khusus, semua yang dikerjakan dengan cepat dan senyap.
            Dan tiba waktunya untuk turun ke “medan pertempuran”. Perahu karet, dengan sejumlah manusia dengan dayung ditangan bersiap menegangkan otot dan memacu adrenalin. “Ayo,semua dayung” teriak Rejo. Suara dengan sangat kuat ia lontarkan dari mulutnya, hendak mengalahkan suara gemuruh dari air yang bergelombang tak beraturan.  “Wahyu dayung yang benar, kuat!” semua manusia yang berada di dalam perahu karet nampak seperti pendayung di zaman dulu, saat perahu buatan manusia masih menggunakan tenaga angin dan dayungan para awak kapal.  Perahu yang dikemudikan membelah sungai, melawan arus balik yang menjadi seperti ombak. Berkali – kali Rejo memutar dayung buatan anak negeri tersebut, kiri dan ke kanan. Ia seperti layaknya seorang cowboy yang ingin menjinakkan kuda liar. Perahu yang ditumpangi menerjang dengan ganasnya jeram – jeram yang menghadang di depan mata.
            Puas bermain air, menantang liarnya riam, dan memacu adrenalin, perahu yang mereka tumpangi akhirnya sampai ke aliran sungai yang tenang. Dan kegiatan ekstrim ini berhasil mereka lewati dengan semangat muda dan kekuatan ala anak muda pencinta kebebasan dan tantangan.  “Minggu depan kita bermain lagi ya kawan!” seru Saras menutup kegiatan mereka sore itu. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar